Bahagia buatku sesederhana ngasih jalan buat orang lain lewat dibadingkan kita memaksa harus selalu yang jalan. Jalanmu pasti akan dipermudah ketika kamu mengalami kesulitan.
Bicara tentang melepaskan, dalam hidup kita punya beberapa macam hal yang sangat sulit kita kendalikan. Trauma masa kecil. Kemarahan. Ketidakadilan. Banyak orang berteori, namun pada akhirnya tetap diri sendiri yang harus berjuang menahlukan itu semua.
Ada yang bilang, salah satu caranya melepaskan itu dengan bermeditasi. Aku putuskan buat nyoba meditasi bermodalkan tutorial youtube, dengerin singing bowl dengan memejamkan mata di suasana yang hening. Aku coba berkali-kali tapi ngga nemuin hal yang pengen aku cari dari meditasi ini. Aku menyadari ada yang salah dengan hal ini. Seharusnya efek dari meditasi membuat kita lebih tenang dan damai, tapi aku belom menemukan titik itu.
Aku mulai browsing dan menemukan ada satu Meditation Center yang terletak di dekat Jakarta, yang sangat amat terjangkau. Aku mulai mempelajari program yang mereka punya, ada dua pilihan : 3 hari atau 10 hari kursus meditasi. Dari hasil research aku, kalau memang mau mempelajari tehnik ini, aku dianjurkan untuk mengikuti 10 hari kursus untuk mendapatkan manfaat lebih dalam lagi. Masalahnya, kapan punya 10 hari untuk mengikuti kursus meditasi ini?
Akhirnya aku memaksakan diri untuk mengikuti kursus ini, 10 hari tanpa HP, tanpa bicara. Rasanya? Bener-bener luar biasa, diluar ekspektasi.
Awalnya aku hanya memberanikan diri untuk mendaftar di tanggal yang aku mau. Kemudian aku memberanikan diri untuk dateng ke tempat meditasi. Aku sempet berpikir untuk mundur, tapi lagi-lagi aku memberanikan diri untuk mengikuti kursus ini meskipun harus menyampingkan kenyamanan diri. Aku harus memberanikan diri untuk mencoba sesuatu yang baru, yang mungkin itu berguna di hidup.
10 hari dengan hampir 10 jam per hari digunakan untuk meditasi. Dimulai dari disiplin bangun pagi jam 4 pagi, mulai meditasi dari 4.30 dan tidur jam 10 malam setiap harinya. Lelah banget, pengen nyerah berkali-kali, tapi aku selalu keinget 'core' diriku adalah bekerja dengan pantang menyerah.
Awal-awal meditasi aku selalu sedih, karena banyak trauma-truma dalam alam bawah sadar aku muncul ke permukaan. Itu wajar, karena meditasi bisa jadi jembatan untuk bersih-bersih diri kita dari pikiran buruk ataupun truma dalam hidup. Aku bahkan inget di hari kedua, aku nangis ga berhenti-henti karena banyak potongan cerita titik terendah gue muncul, solusinya adalah aku harus bisa menghadapi itu semua. Bekerja keras dalam meditasi.
Dihari-hari terakhir, aku belajar untuk mencapai titik ketenangan, itu hal terbaik yang pernah aku jelajahi selama hidup aku. Cuma beberapa kali aku coba sampai ke titik ketenangan itu, karena sejujurnya itu susah banget. Tapi kalau sudah mencapai hal tersebut, damai banget, berasa seringan bulu!
Meditasi ini tidak hanya sebuah jalan untuk mencari ketenangan. Meditasi membantu kita untuk belajar fokus, mengontrol pikiran dan emosi kita. Meditasi juga bisa membantu mengobati luka-luka batin yang secara tidak sadar mempengaruhi cara kita di dalam kehidupan. Banyak hal sederhana yang kita lupa karena kesibukan, hal kecil yang sederhana tapi ternyata berperan cukup besar dalam kehidupan seperti bernafas.
Bernafas, sesederhana itu.
Sebetulnya kondisi muka aku tidak bermasalah, tidak ada jerawat dan selalu terlihat segar. Entah mengapa, semenjak mulai semakin bertambah usia, kondisi kulit aku mengalami perubahan. Aku mulai berjerawat hampir di seluruh bagian muka, beruntusan, kulitku juga mudah terlihat kusam, dan terlihat tidak sehat.
Banyak cara yang sudah aku lakukan, salah satunya pergi ke klinik kecantikan. Berbagai prosedur aku coba untuk mendapatkan hasil sesuai keiinginanku. Aku cukup mengeluarkan uang yang nominalnya tidak sedikit bagiku, hal itu semata untuk memperbaiki kondisi mukaku.
Karena merasa tidak mengalami perubahan, maka aku memutuskan untuk melakukan trial & error berbagai produk skincare. Aku mencoba berbagai macam brand, dari yang murah sampai yang lumayan mahal untukku. Hingga akhirnya aku menemukan artikel bahwa diusia yang tidak muda lagi, kita harus sering-sering exfoliate.
Aku mencoba berbagai macam produk exfoliate, dari physical exfoliate hingga chemical exfoliate. Memang ada perubahan, kulitku tidak terlihat kusam. Tapi itu tidak menghentikan jerawat-jerawatku muncul, aku merasa pasti ada sesuatu yang salah.
Hingga pada akhirnya, beberapa bulan yang lalu aku memutuskan untuk membeli suatu alat pembersih muka yang sudah aku idam-idamkan sejak lama. Harganya cukup mahal untukku, tapi entah mengapa aku punya feeling yang kuat bahwa alat ini akan sangat berguna untukku.
Siapa yang menyangka, tahun cantik ini bakalan berubah jadi tahun tersulit semua manusia di dunia. Pasalnya, bukan hanya satu atau dua negara saja, tapi bener-bener seluruh dunia. Hanya karna sebuah virus yang muncul dan menjadi pandemi dunia.
Sebelum semuanya heboh, aku termasuk golongan penakut yang sudah sedia payung sebelum hujan. Bukan payung dalam artian sebenarnya, tapi mempersiapkan segala kemungkinan dari sedikit pengetahuan tentang virus ini. Aku percaya, cepat atau lambat virus itu jalan-jalan ke Indonesia dan aku merasa negara kita belum siap buat kedatangan virus itu.
Aku masih ingat awal bulan Januari 2020, aku sudah siap dengan beberapa pack masker dan hand sanitizer. Aku beli secukupnya, dalam artian hanya cukup untuk 2-3 bulan kedepan. Namun siapa sangka, setelah Maret 2020 diumumkan kasus pertama covid-19 oleh bapak presiden kita, semua orang mengalami panic buying! Semua masker dan hand sanitizer ludes, benar-benar barang yang langka. Untungnya sisa masker dan handsanitizer aku masih cukup hingga ada stock lagi di pasaran.
Banyak yang bilang virus itu bagian dari teori konspirasi. Aku cuma ketawa saja orang yang berpikiran seperti itu, aku hanya berdoa jangan sampai ya kehilangan orang yang kamu sayangin hanya karna kamu abai dengan virus ini. Ya, aku percaya dengan virus ini, walaupun ini pengalaman pandemi pertama aku tapi aku yakin virus ini memang benar ada.
Hingga satu persatu orang mulai berjatuhan karena virus ini. Petugas kesehatan pasti lebih bingung lagi, mereka hanya punya sedikit informasi mengenai bentuk dan karakter virus ini. Sedangkan mereka harus bertaruh nyawa untuk menyembuhkan orang-orang yang terjangkit virus ini.
Dan aku, walaupun punya kesempatan untuk bisa kerja dari rumah, hal ini tidak membuatku merasa aman. Ada berbagai ketakutan, seperti ; apakah kantor bisa memecatku, apakah aku terima gaji penuh, apakah aku bisa membayar cicilan-cicilanku, dan pertanyaan-pertanyaan lain yang mengangguku.
Aku menjadi saksi bagaimana salah satu kantor tempatku bekerja harus menutup usahanya selama 2 bulan. Karyawan digaji kurang dari 50%, semua karyawan bingung. Aku hanya terus berdoa supaya usahanya cepat buka kembali, bangkit lagi, dan tetap memperkerjakan karyawan-karyawannya.
Apa perasaan aku waktu itu? Sedih banget. Aku ga nyangka hal ini terjadi dan aku ga nyangka hidup sesulit ini. Aku berada dalam ketakutan yang berujung frustasi dengan keadaan. Itu aku lho, yang masih punya kesempatan untuk tetap terus dirumah. Bagaimana dengan saudara-saudara aku yang jauh lebih sulit? Aku tidak bisa membayangkannya, aku hanya berdoa untuk lebih baik lagi.
Memang ngga mudah buat menjalani hari-hari yang ga normal ini. Tiba-tiba dipaksa pakai masker setiap keluar rumah, harus sering-sering cuci tangan atau pakai hand sanitizer, dituntut untuk selalu bersih. Buat sebagian orang hal ini amat sulit, termasuk buat aku.
Sehat menjadi suatu hal yang mahal. Makan yang bergizi, minum vitamin, berpikiran positif, semua ini tentu tidak mudah. Jika sudah terpapar pada saat imun kita sedang turun, akhirnya virus ini bisa menulari kita juga. Satu-satu harapan untuk cepat mengakhiri pandemi ini adalah dengan vaksinasi.
Program vaksinasi dimulai dari awal 2021, dimana garda terdepan kita, yaitu para dokter dan nakes, diberi kesempatan untuk vaksin terlebih dahulu. Aku selalu menantikan giliranku, dan ketika tiba waktunya, aku berkesempatan untuk ikut vaksinasi gotong royong dari kantorku. Tentu saja aku senang, apalagi vaksin yang digunakan adalah Sinopharm, yang menurut sebagian orang vaksin ini memiliki efektifitas cukup tinggi dibandingkan dengan vaksin yang beredar di Indonesia.
Mengikuti program vaksinasi ini juga termasuk mudah, hanya mengisi data, kemudian screening, dan disuntik. Efek samping yang aku dapatkan hanyalah ngantuk yang tidak tertahankan, sakit di area lengan yang disuntik, dan sedikit pusing di hari ke 2. Katanya, itu menandakan vaksinnya sedang bekereja membentuk antibodi.
Aku bersyukur dengan apa yang terjadi di hidupku sepanjang pandemi ini. Meskipun belum berakhir, banyak pelajaran penting yang terjadi dalam hidupku selama ini.
Halo perkenalkan namaku Anya, seorang periang yang introvert. Semenjak sekolah, aku tertarik sama dunia majalah dinding (angkatan 90an pasti tau ada ekstrakulikular ini). Aku suka melihat gambar, bentuk, dan warna. Aku suka memadupadankan semua elemen itu menjadi lebih hidup.
Aku memang suka sunyi, tapi di dalam pikiranku selalu berisik. Aku bisa memikirkan hasil jadi design majalah dindingku, padahal saat itu aku baru akan memulai membentuknya. Hal-hal inilah yang terkadang membuatku semangat, karna aku bisa membayangkan hasil akhirnya dan aku suka.
Dunia majalah dinding inilah yang membuatku tertarik dengan jurnalisme. Aku masih ingat waktu aku sekolah dahulu, pembimbingku Bu Susi, adalah orang yang penuh sabar dan sangat kreatif. Beliau adalah guru bahasa indonesiaku, sehingga aku belajar banyak mengenai menulis dari beliau. Semenjak itulah, kecintaanku pada dunia menulis mulai terbentuk.
Aku sempat vakum lama, aku merasa menulis bukanlah duniaku yang sesuangguhnya. Namun baru aku sadari akhir-akhir ini, menulis sudah menjadi core aku selain design, dan aku sudah mempunyai dasarnya sedari dulu.
Tidak mengapa, biarlah telat daripada tidak sama sekali. Toh, selama ini aku mendalami dunia yang aku suka juga, yaitu design.
Biarlah aku memulai kembali, ya! Semoga cerita-ceritaku bermanfaat.